Senin, 26 Oktober 2015

2015 .... satu kata " SABAR" . Ya kata itu yang ku dengar saat sungkeman dengan Mbah Kung (Bapak mertua) saat Idul Fitri kemarin. Seperti biasanya Mbah Kung selalu mendo'akan kami, anak, menantu dan cucunya setiap kali kami bersimpuh memohon maaf. Do'a yang menurutku "spesifik", kenapa ??? Ya karena do'a Bapak itu selalu langsung pada "intinya". Do'a Mbah Kung kemarin untukku adalah do'a yang berbeda dari do'a idul fitri dua tahun yang lalu. Dulu Mbah Kung selalu mendo'akan " Semoga berkah, lancar rizkinya" . Masih kuingat jelas kala Mbah Kung menepuk-nepuk bahuku, suaranya lirih dan Mbah Kung berkata "Yang sabar ya..Tyas" sontak ada sedikit kaget, sempat tertegun... hatiku berasa aneh dengan kalimat itu. Kubilang aneh karena tidak biasa.

Mbah Kung...orang yang pertama kali ku panggil "Bapak...."

Sampai detik ini, setelah tiga bulan berlalu dari Idul Fitri aku masih tidak lupa dengan do'a Mbah Kung itu. Dan mungkin kala itu Alloh menggerakkan Mbah Kung untuk mendo'akanku seperti itu, karena masa-masa setelah Idul Fitri ini aku memang benar-benar dihadapkan pada masa-masa yang menuntutku untuk lebih bersabar.

"Aku bukan satu-satunya orang di dunia yang sedang merasakan kesulitan " (menghibur diri) . Harus tetap menjadi pribadi yang "menyenangkan" saat berperan sebagai Istri, Mamah, Anak, dan Guru. Walaupun tenggorokan ini terasa sakit menahan tangis. Alhamdulillah, Alloh memberiku Suami yang memilik hati begitu luar biasa, kesabaran dan keikhlasannya membuatku banyak belajar untuk lebih sabar. Walau sering kali ketegaran ini tak tertahan luruh di depannya, dan aku tahu tangisku akan lebih membuatnya "kesulitan".

Ibu.... beliaulah orang yang selalu menguatkanku dalam hal apapun. Di usia senjanya aku masih saja merepotkan beliau. Merepotkan dalam segala hal, termasuk membantuku mengurus si kecil Nasymi. Aku... yang masih memilih terus bekerja tepatnya membangun karier, tak jarang harus pulang sampai sore, ketika sudah di rumahpun masih tersita dengan "lemburan" pekerjaan. Pilihan menjadi Ibu rumah tangga yang berkarier harus kujalani sesuai dengan komitmen antara aku dan suami. Bagaimanapun sulitnya membagi waktu, aku harus bisa balance antara keduanya. Dan Uti (Ibu) begitu membantuku dalam menciptakan "keseimbangan" itu. Tak henti-hentinya di setiap kesempatan aku memohon keikhlasan beliau, karena beliau sudah "lelah" mengurusku dari kecil dan sekarang ikut "lelah lagi" mengurus cucunya walaupun dibantu Mba Salmah (rewang).

Selain kata "SABAR" ada kata yang paling penting di sini yakni "BERSYUKUR". Bersyukur karena dalam kesulitan ini Alloh memberiku perisai-perisai luar biasa yang membuatku kuat... Ayah...Nasymi...Uti...Mbah Kung...dan solidnya keluarga kami.

0 komentar :

Posting Komentar